JAMBI – Konflik pengelolaan lahan skema perhutanan sosial di Desa Sungai Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi belum juga rampung.
Perseteruan lahan antara Koperasi Bersatu Arah Maju (BAM) dengan para anggotanya, serta antara Koperasi BAM dengan Kelompok Tani Hutan Karya Makmur Sungai Gelam hingga kini masih terus berlanjut.
Konflik sosial di kawasan obyek perhutanan sosial itu tak kunjung usai dan masih saja berlarut-larut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Konflik terkait dengan pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan yang didalamnya terdapat perkebunan kelapa sawit ini telah terjadi selama bertahun-tahun.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Akhmad Bestari mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat bersama dengan leading sektor terkait untuk penyelesaian konflik ini pada Senin, 20 Mei 2024 lalu.
Bestari menyampaikan, dalam rapat tertutup yang digelar di kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jambi itu, turut membahas tentang pembekuan izin perhutanan sosial Koperasi BAM, konflik internal di dalam tubuh Koperasi BAM dan legalitas pengurusan Koperasi BAM, konflik antara Koperasi BAM dengan Kelompok Tani Hutan Karya Makmur serta keberadaan Warga Suku Anak Dalam (SAD) Bukit 12 di area kawasan lahan Koperasi BAM.
“Kami melakukan rapat karena antisipasi Kambtibmas nya, lebih kepada ke situ. Karena ada pergerakan Suku Anak Dalam di dalam dan segala macamnya, yang memang kita ketahui bersama tidak ada Suku Anak Dalam di Sungai Gelam. Lebih kepada kesitunya sih,”kata Akhmad Bestari saat dijumpai wartawan di ruang kerjanya, Selasa 21 Mei 2024.
Ia menjelaskan, terkait dengan pembekuan izin perhutanan sosial terhadap Koperasi BAM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan waktu selama satu tahun kepada Koperasi BAM untuk menindaklanjutinya.
“Didalam Koperasi BAM itu ada perpecahan kelompoknya. Jadi kemarin kami minta kepada Dinas Koperasi Kabupaten Muaro Jambi untuk membereskan, melegalisasi pengurus Koperasi BAM itu yang mana, yang sesuai aturan, yang disahkan oleh Dinas Koperasi nanti, nah kita menunggu itu. Hasil itulah nanti kita kirim ke Jakarta, untuk sebagai bahan penilaian apakah Koperasi BAM ini dicabut pembekuannya, atau memang dianggap tidak berlaku lagi, sehingga izin perhutanan sosialnya dicabut,”jelasnya.
Bestari menyampaikan, banyak faktor yang menyebabkan izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan Koperasi BAM dibekukan. Diantaranya Koperasi BAM tidak mengakui Surat Keputusan Revisi Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Koperasi BAM Nomor: SK.4035/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/6/2020, kemudian adanya konflik internal di tubuh Koperasi BAM, Koperasi BAM tidak pernah menghadiri undangan dan rapat pembinaan, Koperasi BAM juga melanggar kewajiban terkait dengan rencana kerja usaha dan rencana kerja tahunan. Koperasi BAM juga tidak membayar provisi sumber daya hutan serta tidak melaksanakan tata hasil hutan.
“Banyak faktor, salah satunya anggota koperasinya itu sekarang sedang ribut, sedang pecah, saling mengklaim, ini harus dibereskan dulu, satu. Kedua, kewajiban dia (Koperasi BAM,red) bayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) belum dilaksanakan selama ini. Ketiga ada kewajiban untuk menanam tanaman kehutanan belum juga dilakukan. Ketika Koperasi BAM tidak melaksanakan itu dalam satu tahun ini, ya mungkin saja izin perhutanan sosialnya akan dicabut,”tutur nya.
Sementara itu terkait perseteruan antara Koperasi BAM dan Kelompok Tani Hutan Karya Makmur, Bestari menerangkan, Koperasi BAM yang diketuai oleh Syarpani alias Pepen tidak mengakui SK Menteri LHK milik Kelompok Tani Hutan Karya Makmur.
“Koperasi yang sekarang itu, yang diketuai oleh saudara Pepen itu tidak mengakui SK milik Kelompok Tani yang tadi (Kelompok Tani Hutan Karya Makmur). Nah ini sekalian mau dibereskan. Inilah rapat kemarin untuk memastikan bahwa harus di klirkan dulu anggota Koperasi nya ini. Setelah di klirkan, baru kita menjelaskan nanti bahwa di areal 691 hektare itu sudah menjadi 501 hektare, karena sudah ada hak kelompok tani Karya Makmur,”terangnya.
Bestari menegaskan bahwa SK Menteri LHK yang dimiliki oleh Kelompok Tani Hutan Karya Makmur untuk pengelolaan lahan seluas kurang lebih 210 hektare di Desa Sungai Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi itu sah dan legal.
“Sudah di SK kan, dalam artian sudah legal. Masalahnya sekarang Koperasi BAM ini tidak mengakui itu, nah inikan oknum sekarang ini, apakah semua anggota koperasi BAM?. Nah ini yang harus dibereskan dulu oleh Dinas Koperasi Kabupaten Muaro Jambi. RAT (Rapat Anggota Tahunan) nya itu diperkirakan bulan Juni, habis izinnya itu di 2024 ini, akan dilakukan RAT untuk memilih pengurus baru, anggota-anggotanya seperti apa. Kalau ada pengurus yang baru nanti, ataupun pengurus yang lama ini yang disahkan kembali, baru kita duduk bersama. kalau sekarang kan gak jelas ini, saling klaim. Makanya kita minta Dinas Koperasi Muaro Jambi untuk mensahkan yang mana sesungguhnya pengurus Koperasi Bersatu Arah Maju itu,”tandas Akhmad Bestari.
Editor : Redaksi
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya