Oleh : Wanda (Mahasiswa UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi)
OPINI – Pemerintah dan masyarakat Indonesia bersimpati kepada Palestina dalam kaitannya dengan aksi sepihak yang dilakukan Israel dalam mengklaim Yerusalem sebagai ibukota. Dari sisi sejarah, Indonesia memang sepatutnya terus mendukung Palestina.
Tak hanya Indonesia, masyarakat internasional juga banyak yang bersimpati terhadap penderitaan warga Palestina yang wilayahnya terus menerus dicaplok Israel. Pasca Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel — dengan memindahkan ibukota ke kota suci itu — sejumlah pemimpin dunia ikut mengecam. Akan tetapi untuk Indonesia, ada faktor lain selain kemanusiaan yang menjadi alasan mengapa perlu terus mendukung Palestina. Palestina dan Mesir menjadi pihak yang mengakui paling awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saat itu Palestina memang belum jadi negara, belum merdeka. Orang-orang arab yang ada di sana yang merupakan Liga Arab mengakui kemerdekaan kita. Kita harus menghormati pengakuan dari mereka tersebut,” kata sejarawan UI Rusdi Hoesin dalam perbincangan, Jumat (8/12/2017).
Adapun deklarasi kemerdekaan Palestina dilakukan pada 15 November 1988. Proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Yasser Arafat di sidang Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang kemudian terpilih sebagai Presiden pertama Palestina.
“Banyak yang tidak setuju kalau Yahudi kembali ke situ. Apa urusannya dia mengusai wilayah yang isinya adalah orang-orang arab,”
Alasan kedua Indonesia adalah bangsa religius. Dalam agama, ada penolakan terhadap pelanggaran hak asasi manusia suatu bangsa oleh bangsa lain. “Semua agama, tidak membenarkan penjajahan,”
Masjid al-Aqsa adalah satu-satunya Masjid yang kedudukannya hampir sama dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Awal Islam, Masjid Aqsa (Baitul Maqdis) bahkan menjadi kiblat shalat lebih dari 10 tahun. Rasulullah SAW pun melakukan Mi’raj dari Yerusalem. Sangat wajar jika Umat Islam mempunyai keterkaitan kuat dengan Yerusalem,”