Oleh : Nurmialia (Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi)
OPINI – Berbicara tentang Al-Qu’ran dan Filsafat. Al-Qur’an memiliki peran sentral dalam perkembangan filsafat Islam. Filsafat Islam tidak hanya berbasis pada akal, tetapi juga wahyu. Al-Qur’an memberikan inspirasi dan dasar bagi para filosof Islam dalam mengembangkan pemikiran dan metode analisis. Para filosof Islam seperti Mu’tazilah dan Asy’ariyah memodifikasi metode filsafat Yunani untuk digunakan dalam kalâm dan diskusi tentang ketuhanan. Al-Qur’an juga memberikan pengertian tentang kebenaran dan kebijaksanaan, yang menjadi dasar filsafat Islam. Dalam beberapa definisi.
Al-Qur’an juga memiliki lintas dimensi ruang dan waktu, maka wajarlah jika Al-Qur’an memuat pesan-pesan ilahi dalam bentuk global. Oleh karena itu, diperlukan pula penjelasan yang lebih rinci mengenai maksud yang terkandung di dalam pesan ilahiyah tersebut. Al-Qur’an juga diyakini sebagai kalāmullāh (firman Allah Swt) yang mutlak akan kebenarannya, berlaku dari sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia maupun di akhirat kelak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Al-Qur’an juga merupakan kitab suci yang di jaga dan dipelihara orisinalitasnya sepanjang zaman oleh Allah Swt. Selain itu Al-Qur’an juga dinyatakan sebagai Ma’dubatullah (hidangan ilahi). Hidangan inilah yang membantu manusia untuk Memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang Islam dan merupakan pelita bagi umat Islam dalam menghadapi persoalan hidup. Al-Qur’an juga diperlukan sebagai penentu jalannya kehidupan manusia dan alam semesta. Di dalamnya juga terkandung makna serta petunjuk bagi kehidupan yang menembus dimensi ruang dan waktu, atau dengan kata lain bahwa Al-Qur’an merupakan ensiklopedia kehidupan dalam rangka menunjukan kebahagiaan dan kesejahteraan yang hakiki.
Salah satu peninggalan Rasulullah saw. Kepada umatnya yaitu Al-Qur‟an yang dimana Al-Qur‟an tersebut sebagai salah satu peninggalan Rasulullah saw. Yang sebagai sumber dari segala hukum, sandaran utama dan inspirasi (pedoman) bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Banyak ayat dalam Al-Qur‟an yang berisi tentang perintah kepada manusia untuk menggunakan potensi akal yang merupakan karunia Allah Swt yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Filsafat didefinisikan sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli. Al-Qur’an juga memberikan inspirasi bagi para filosof Yunani seperti Empedoklas dan Phytagoras, yang belajar hikmah dari orang-orang Muslim seperti Luqman dan sahabat Nabi Sulaiman bin Dawud.
Filsafat adalah suatu kebijaksanaan hidup yang berupa suatu ilmu pengetahuan yang berisi logika, metode, dan sistem. Filsafat juga dapat diterjemahkan sebagai “kecintaan terhadap kebijaksanaan” atau “kecintaan terhadap pengetahuan.” Istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philosophia,” yang berarti “cinta akan hikmat.” Filsafat meliputi berbagai cabang ilmu, seperti metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Filsafat juga memiliki manfaat seperti membebaskan manusia dari cara berpikir yang mistis, mengajarkan metodologi investigasi, dan meningkatkan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
Filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik ynag bersifat lahiriyah. Sedangkan dalam Islam, istilah filsafat biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagai falsafah dan hikmah. Definisi falsafah sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Kindi adalah pengetahuan tentang realitas wujud dengan segala kemungkinannya, sebab tujuan akhir dari seorang filsuf dalam pengetahuan teoritisnya adalah untuk mendapatkan kebenaran dan dalam pengetahuan praktisnya adalah untuk berperilaku sesuai dengan kebenaran tersebut. Jadi, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat bukan kebijaksanaan itu sendiri, melainkan cinta dan upaya untuk terus menerus mencari kebijaksanaan atau hikmah.
Adapula kaitan antara Al-Qur’an dan Filsafat. Di dalam Al-Qur’an sendiri memang tidak ditemukan kata filsafat, karena Al-Qur‟an diturunkan dalam bahasa Arab, sedangkan filsafat berasal dari bahasa Yunani. Namun, Al-Qur‟an banyak sekali menyebutkan kata hikmah (ilmu tentang hakikat sesuatu). Hikmah dapat diperoleh manusia biasa dengan akalnya, contohnya hikmah yang terdapat di dalam Al-Qur‟an akan diperoleh oleh manusia biasa yang menggunakan akalnya dengan cara membaca dan memahaminya. Al-qur‟an sendiri merupakan kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai pedoman hidup, namun hanya memberikan garis besarnya saja yang artinya pedoman tersebut diberikan tidak secara rinci. Oleh karena itulah tugas manusia disini untuk menggunakan akalnya agar dapat memahami atau mengerti maksud dan kandungan isi dari Al-Qur’an tersebut.
Berbagai motivasi dan dukungan yang kuat dari Al-Qur’an terhadap penggunaan segala potensi yang dimiliki oleh manusia, maka kehadiran Al-Qur’an telah mengubah pola berfilsafat dalam konteks dunia Islam secara radikal sehingga lahirlah “filsafat profetik” yang artinya realitas dan proses meta-historis penyampaian Al-Qur‟an merupakan perhatian utama dari para pemikir Islam dalam melakukan kegiatan berfilsafat. Dalam hal ini, para filsuf tidak hanya mengandalkan pada kemampuan yang bersigat rasional dan empiris saja, melainkan juga pada kemampuan yang bersifat intuitif. Pada konteks inilah filsafat yang dikembangkan oleh para filsuf Muslim berbeda dengan filsafat yang dikembangkan oleh para filsuf barat.