BATANGHARI – Sejak diluncurkan proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dilokasi Ex pasar induk Angso Duo yang dianggarkan dana APBD provinsi 35 miliar rupiah sudah menimbulkan protes, hal ini terbukti dilapangan Taman Putri Pinang Masak digenangi air dan rumput diduga ” Bermasalah” karena pekerjaan tidak mengacu pada RAB & bestek.
Pembangunan ruang terbuka hijau yang menggunakan dana APBD provinsi tahun 2022 dengan nilai pagu sebesar 35 miliar rupiah melalui satuan kerja Dinas PUPR Jambi tahap pekerjaan dimulai april tahun 2022 sesuai kontrak. 640/011/DPUPR-6/PPK.IS/V 2022 dengan nilai 34.578.000.000.
Indikasi proyek ini diduga “bermasalah” terlihat setelah diguyur hujan, hampir seluruh area terendam air termasuk akses jalan RTH, sehingga sulit dilewati pejalan kaki. videonya pun beredar luas dimedia sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Drainase sepertinya tidak berfungsi, akibatnya airnya terus merendam wilayah RTH. Pemandangan ini sekilas akan terlihat seperti kolam buatan.
Berdasarkan video viral tersebut media ini langsung menuju lokasi Ruang terbuka hijau (RTH) Ex Pasar Induk Angso duo.
Tampak Permukaan tanah yang dalam pengerjaannya mengunakan timbunan mengalami penurunan, terlihat dari akses jalan paving blok yang turun dan bergelombang dibawah genangan air. Dipinggir paving block terlihat retakan-retakan pada beton sambungan.
Kondisi ini diperparah dengan semua tanaman hias mati, termasuk rumput rumput hias. Tanaman tersebut digantikan oleh rumput rumput liar dan ilalang yang tumbuh subur.
Sangat disayangkan pekerjaan yang di laksanakan oleh PT. Bumi Delta Hatten yang beralamat di JI. H. Syamsoe Bahroen RT. 04 No. 34 Kel. Selamat Kec. Danau Sipin kota Jambi. Yang menelan biaya sangat fantastis ini dan digadang digadang akan menjadi ikon wisata baru provinsi Jambi, kondisinya baru selesai beberapa bulan sudah sangat menyedihkan.
Informasi yang berhasil dihimpun, Sejak awal pekerjaan memang sudah terlihat bermasalah. Pekerjaan timbunan yang harusnya dipadatkan lapis per lapis sesuai ketebalan yang disyaratkan spesifikasi teknis tidak dilakukan. Timbunan langsung ditumpuk tebal, diratakan baru digilas, sehingga kepadatan maksimal yang diharapkan tidak tercapai.
Akibatnya, timbunan mengalami penurunan yang berdampak pada semua bangunan diatasnya. Selain itu bangunan terlihat asal jadi karena mengejar keterlambatan yang jauh melewati tahun Anggaran.
Untuk perbaikan tentunya hal ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. tanggung jawab kontraktor pelaksana harus dituntut. Jika tidak akan memakan anggaran perbaikan sangat besar. Uang yang seharusnya bisa untuk perbaikan infrastruktur yang betul betul dibutuhkan masyarakat akan terbuang sia-sia.
Penulis : Masyhuri
Halaman : 1 2 Selanjutnya