Oleh : Dedi Saputra, S.Sos
Indonesia adalah bangsa yang multi etnis yang dapat diukur setidaknya dari dua (dua) hal, pertama, keragaman suku, bangsa dan pemeluk agama, dan kedua, semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam Pasal 1(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Salah satu perwujudan bagaimana rakyat sebagai sumber kedaulatan sesungguhnya diimplementasikan dalam negara modern yang demokratis adalah penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rakyat menentukan bentuk dan sifat pemerintahan. Orang menentukan tujuan negara dan pemerintahannya. dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, taraf hidup berkembang sangat kompleks dan dinamis.
Oleh karena itu, kedaulatan manusia tidak mungkin dijalankan secara murni. Kompleksitas situasi tersebut menuntut kedaulatan rakyat diwujudkan melalui sistem perwakilan (representative system). Rakyat mendelegasikan kedaulatan ini kepada wakil-wakil baik di bidang eksekutif maupun non-eksekutif.
Parlemen menentukan arah politik dan melaksanakan upaya dengan sebaik-baiknya. Dengan nama lain, model ini sering disebut sebagai demokrasi perwakilan. Pemilu adalah instrumen atau wadah yang digunakan orang untuk memutuskan siapa yang berkuasa.
Untuk alasan yang sama, sebagai saluran kedaulatan, pemilu harus langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan teratur secara wajar, yang dilaksanakan selama lima tahun sekali. Secara filosofis, pemilu adalah mekanisme perebutan kekuasaan yang sah. Setiap kandidat saling bersaing untuk memberikan kontribusinya bagi bangsa dan negara, merebut kepercayaan pemilih, dan kemudian mewakili mereka dalam pemerintahan.
Dalam konteks inilah istilah “Pesta Demokrasi” harus dipahami. Perlu ditekankan bahwa pemilu yang legitimasinya dipertanyakan juga dapat dilihat sebagai situasi demokrasi yang absen Oleh karena itu, kejujuran sangat penting dalam penyelenggaraan pemilu, yang artinya tercermin dari tingkat transparansi di setiap tahapan dan dalam desain politik pemilu.
Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie ada dua hal yang dalam rangkaian kekuasaan demokrasi yang berkaitan erat dengan suksesi kekuasaan demokrasi modern, yaitu legalitas dan legitimasi.
Aspek pertama berfokus pada kepastian bahwa pilihan dibuat sesuai dengan aturan permainan yang telah ditentukan sebelumnya. Logikanya, pemilu yang baik juga membutuhkan regulasi yang baik, yakni yang sesuai dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Penghormatan terhadap aspek regulasi ini kemudian mempengaruhi legitimasi. Bahwa masing-masing pihak mempercayai hasil pemilu untuk membangun kekuasaan yang sah.
Dalam pemilu yang diselenggarakan tanpa aturan yang baik, tanpa mekanisme penegakan yang jelas, penyelenggara yang tidak jujur tentu bisa mempersoalkan apakah kekuatan pemenang diperoleh dengan cara yang sah.
Sebagai pengingat, pemilu yang baik adalah pemilu yang memiliki kepastian hukum baik dari segi prosedur maupun hasil yang tidak terduga (predictable procedures with endless outcomes).
Refleksi atas sarana kedaulatan manusia ini juga tampaknya telah menjadi aturan hukum internasional yang mengatur hak asasi manusia. Misalnya, Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa. “Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas”.