Oleh: Dedi Saputra,S.Sos.,M.I.Kom (Akademisi)
Hari Kemerdekaan yang kita rayakan setiap 17 Agustus bukan hanya sebuah simbol, tetapi pengingat akan perjuangan para pendiri bangsa yang gigih memperjuangkan kemerdekaan. Mereka berjuang dengan jiwa dan raga untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, semangat dan pengorbanan tersebut tampaknya mulai pudar di tengah kondisi politik dan ekonomi yang semakin tidak menentu.
Dalam beberapa tahun terakhir, indeks demokrasi Indonesia mengalami fluktuasi yang mencemaskan. Data dari Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, Indonesia berada pada posisi ke-64 dari 167 negara, dengan skor 6,48 dalam indeks demokrasi. Meskipun masuk kategori “demokrasi cacat”, penurunan ini mengindikasikan adanya krisis kepercayaan terhadap lembaga-lembaga politik. Para pejabat negara sibuk berebut kekuasaan dan mempertahankan posisinya, mengesampingkan tanggung jawab untuk melayani rakyat. Hal ini diperparah dengan banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, sehingga memperparah krisis kepercayaan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Disisi ekonomi, ketimpangan semakin menganga. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal tahun 2024 mencatat angka kemiskinan di Indonesia mencapai 9,54% atau sekitar 26,36 juta orang. Angka ini menandakan bahwa puluhan juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi yang dicapai seringkali hanya dinikmati oleh segelintir orang, memperlebar kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Bahkan, laporan Oxfam menyebutkan bahwa kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 100 juta rakyat miskin. Ini adalah kenyataan pahit yang harus kita hadapi di tengah perayaan kemerdekaan.
Dari segi sosial dan budaya, nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang dulu menjadi ciri khas bangsa Indonesia kini semakin terkikis oleh individualisme dan materialisme. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi hubungan antarindividu, tetapi juga melemahkan kohesi sosial dan solidaritas masyarakat. Banyak komunitas yang terpecah oleh kepentingan pribadi atau kelompok, mengesampingkan tujuan bersama.
Semangat Hari Kemerdekaan seharusnya menjadi momen refleksi bagi kita semua. Sudah saatnya kita menelaah kembali tujuan dan cita-cita para pendiri bangsa, serta bagaimana kita bisa mengembalikan semangat perjuangan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Kita perlu mengedepankan dialog dan kerja sama, bukan hanya di tingkat pemerintah, tetapi juga di masyarakat. Kita perlu mendukung upaya untuk memberantas korupsi dan menyuarakan kepentingan rakyat kecil yang selama ini terpinggirkan.
Dalam bidang ekonomi, kita harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang kita capai adalah pertumbuhan yang inklusif, yang bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Ini bisa dicapai melalui kebijakan yang mendukung usaha kecil dan menengah, investasi di bidang pendidikan dan kesehatan, serta upaya untuk memperkecil kesenjangan sosial ekonomi.
Di ranah sosial dan budaya, kita perlu memperkuat kembali nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Pendidikan memainkan peran penting dalam hal ini, dengan menanamkan nilai-nilai tersebut sejak dini. Selain itu, kita perlu mendorong partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya, untuk mempererat ikatan antarwarga dan memupuk rasa saling percaya.
Mari jadikan Hari Kemerdekaan ini sebagai awal baru untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Kita harus menghidupkan kembali semangat perjuangan para pendiri bangsa, dengan berfokus pada kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Ini adalah tantangan besar, tetapi dengan kerja sama dan semangat yang sama, kita bisa mencapai cita-cita bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Editor : Redaksi