Oleh : Dedi Saputra,S.Sos.,M.I.Kom
Kepemimpinan Al Haris sebagai Gubernur Jambi tampaknya tidak lepas dari berbagai sorotan negatif. Jika kita meninjau kinerjanya selama beberapa tahun terakhir, yang tampak adalah rapor merah yang menggambarkan kegagalan dalam merealisasikan berbagai janji politik yang diutarakannya sejak awal masa jabatan. Salah satu permasalahan utama yang mencolok adalah ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Janji Al Haris untuk memajukan seluruh wilayah Jambi secara merata tampaknya belum terealisasi dengan baik.
Program Dumisake yang digadang-gadang sebagai solusi peningkatan kesejahteraan masyarakat tampaknya lebih terlihat sebagai kemasan produk politik daripada kebijakan substantif yang benar-benar memberikan dampak nyata. Banyak program yang diluncurkan oleh pemerintah provinsi tampaknya hanya menjadi janji manis tanpa tindak lanjut yang konkret. Ketimpangan pembangunan terlihat jelas, di mana wilayah-wilayah tertentu, terutama daerah pedesaan dan terpencil, masih terabaikan.
Selain itu, manajemen sumber daya alam di Jambi, terutama terkait sektor pertambangan dan perkebunan, masih jauh dari harapan. Konflik agraria, kerusakan lingkungan, dan permasalahan lahan terus terjadi, menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat lokal yang harus berhadapan dengan korporasi besar. Kepemimpinan Al Haris belum mampu memberikan perlindungan maksimal bagi masyarakat kecil yang terdampak oleh eksploitasi sumber daya.
Kepemimpinan Al Haris juga dinilai kurang tanggap terhadap aspirasi masyarakat. Kritik dan masukan dari berbagai elemen masyarakat sering kali tidak mendapat respon yang memadai. Komunikasi politik yang dibangun pun lebih terlihat sebagai upaya menjaga citra di media, dengan sering munculnya pencitraan yang seolah-olah semua berjalan baik. Namun di lapangan, masyarakat merasakan ketidakpuasan yang semakin tinggi.
Keberhasilan kepemimpinan tidak dapat diukur dari sekedar pencitraan media atau dukungan elit politik semata. Masyarakat Jambi menuntut perubahan nyata dan bukan sekadar janji-janji kosong. Al Haris harus segera mengevaluasi kinerjanya, mengubah pendekatan kepemimpinannya yang lebih responsif, serta memperhatikan kebutuhan rakyat secara menyeluruh.
Jika tidak, perjalanan politik Al Haris mungkin akan berakhir dengan kegagalan, mengingat semakin kuatnya ketidakpuasan di kalangan masyarakat Jambi. Rapor merah kepemimpinan Al Haris adalah cerminan dari kebijakan yang tidak tepat sasaran, ketidakadilan dalam pembangunan, dan minimnya keberpihakan pada rakyat kecil. Ini menjadi peringatan bagi Al Haris bahwa kepercayaan masyarakat bukanlah hal yang bisa dibeli dengan sekadar pencitraan semata, tetapi harus diraih melalui kerja nyata dan komitmen tulus.
